KPPA, Tambang Rakus yang Menyisakan Bencana

Aceh | Sudutpenanews.com : Aceh Barat menyimpan potensi sumber daya alam yang besar, terutama mineral dan batubara, yang seharusnya dikelola secara berkelanjutan dan memberi manfaat nyata bagi rakyat. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Kehadiran Koperasi Putra Putri Aceh (KPPA) menjadi potret buram tata kelola tambang di daerah ini.

Sejak 2023, KPPA diduga beroperasi tanpa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dokumen wajib yang diatur dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023. Lebih ironis lagi, meski Dinas ESDM Aceh sudah mengeluarkan surat penghentian sementara operasi produksi pada 4 September 2023, aktivitas tambang KPPA tetap berjalan. Fakta ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk pembangkangan terhadap hukum negara.

KPPA yang mengatasnamakan koperasi rakyat seharusnya menjadi wadah ekonomi kerakyatan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Anggota koperasi tidak jelas mendapat manfaat, sementara masyarakat sekitar menanggung kerugian, sungai tercemar, dan ancaman banjir bandang mengintai. Jika ini disebut koperasi rakyat, maka rakyat justru korban pertama.

Lebih jauh, kewajiban lain seperti jaminan reklamasi dan pascatambang, rencana reklamasi, serta rencana pascatambang juga diduga tidak dipenuhi. Padahal, kewajiban itu bukan sekadar aturan kaku, melainkan instrumen untuk melindungi lingkungan setelah tambang ditinggalkan. Tanpa itu, kerusakan permanen hanya menunggu waktu.

Lalu, di mana pemerintah daerah dan aparat penegak hukum? Apakah surat penghentian hanya formalitas tanpa eksekusi? Jika benar demikian, publik berhak menilai ada tangan-tangan kuat yang melindungi KPPA.

Aceh Barat tidak boleh dijadikan ladang eksploitasi tanpa aturan. Jika KPPA terus dibiarkan, pesan yang lahir sangat jelas hukum bisa dinegosiasikan, lingkungan bisa dijual murah, dan rakyat bisa diabaikan.

Sudah saatnya pemerintah daerah dan penegak hukum mengambil langkah tegas: cabut IUP KPPA, proses hukum semua pihak yang terlibat, dan hentikan praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan. Jika tidak, KPPA akan tercatat sebagai preseden buruk bahwa di Aceh Barat, hukum hanyalah tulisan mati di atas kertas.

banner 728x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *