Aceh | Sudutpenanews.com : Gangguan demi gangguan pada aplikasi perbankan digital Byond BSI kembali menyita perhatian publik. Sejak awal tahun hingga September 2025, keluhan mengenai transaksi gagal, saldo tertahan, hingga kesulitan akses layanan kerap muncul di media sosial maupun ruang-ruang publik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius, apakah Bank Syariah Indonesia (BSI) mulai kehilangan kepercayaan dari para nasabahnya?.
Dalam dunia perbankan, kepercayaan adalah modal utama. Masyarakat menitipkan uangnya bukan sekadar untuk disimpan, melainkan dengan keyakinan bahwa dana tersebut aman, bisa diakses kapan pun, dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Setiap kali terjadi error pada sistem, rasa aman itu perlahan terkikis. Bagi sebagian nasabah, kegagalan transfer atau keterlambatan transaksi mungkin sekadar ketidaknyamanan, tetapi bagi nasabah lain bisa menjadi kerugian nyata, apalagi jika terkait pembayaran usaha, pendidikan, atau kebutuhan mendesak.
Fenomena ini menunjukkan bahwa keandalan teknologi menjadi faktor krusial bagi bank modern. Sebagus apa pun visi syariah yang ditawarkan BSI, jika infrastrukturnya tidak mampu melayani kebutuhan digital generasi saat ini, maka citra bank akan goyah.
Ironisnya, BSI lahir dari penggabungan tiga bank syariah besar dengan harapan menjadi lembaga keuangan syariah yang solid, modern, dan terpercaya. Namun, realitas di lapangan justru memperlihatkan masih rapuhnya fondasi layanan digitalnya.
Opini publik mulai terbagi. Ada yang masih bersabar dan berharap BSI segera berbenah, namun tak sedikit pula yang mendesak pemerintah untuk membuka kembali ruang bagi bank konvensional, khususnya di Aceh, sebagai alternatif. Desakan ini jelas menjadi sinyal kuat bahwa ketidakpuasan masyarakat sudah melampaui batas toleransi.
BSI perlu menyadari bahwa kehilangan kepercayaan nasabah bukanlah risiko kecil, melainkan ancaman eksistensial. Bank bisa saja bertahan dari guncangan ekonomi, tetapi sulit bangkit kembali jika kepercayaan publik runtuh. Solusi teknis harus segera diprioritaskan, mulai dari peningkatan kualitas infrastruktur digital, kesiapan tim IT dalam merespons insiden, hingga transparansi kepada nasabah ketika gangguan terjadi.
Akhirnya, publik menunggu jawaban nyata, bukan sekadar permintaan maaf atau janji manis. Jika BSI ingin tetap menjadi garda terdepan perbankan syariah di Indonesia, maka ia harus membuktikan bahwa layanannya benar-benar aman, andal, dan sesuai dengan harapan masyarakat. Sebab, tanpa kepercayaan nasabah, bank sebesar apa pun hanya tinggal nama.








