Aceh Barat | Sudutpenanews.com : Di tengah bayang-bayang pembangunan yang sering hanya ditakar lewat panjang jalan dan tingginya gedung, Bupati Aceh Barat, Tarmizi, S.P., M.M., justru memilih jalur yang lebih berakar, membangun dari rasa, dari budaya, dan dari denyut ekonomi rakyat kecil. Ia menghadirkan model kepemimpinan yang bukan hanya memikirkan apa yang dibangun, tetapi juga siapa yang ikut tumbuh di dalamnya.
Pendekatan ini jarang. Namun justru karena itulah ia menjadi sangat relevan. Hari ini ketika banyak daerah mulai kehilangan makna di tengah kemajuan yang serba material.
Salah satu tonggak utama pemerintahan Tarmizi adalah menghidupkan kembali Pekan Kreativitas Aceh Barat (PKAB), yang selama ini sempat mati suri. Dalam pandangan beliau, PKAB bukan sekadar agenda hiburan atau rutinitas tahunan, melainkan wajah hidup masyarakat, tempat nilai-nilai, tradisi, dan ekspresi generasi muda bersua dalam ruang yang menyatukan.
Acara ini membuka ruang bagi seniman, budayawan, hingga pelajar untuk menunjukkan potensi dan bakat mereka. Ia juga berfungsi sebagai panggung edukasi publik tentang sejarah, tentang keberagaman Aceh Barat, dan tentang pentingnya menghormati akar kita sebagai bangsa yang besar karena budayanya.
Dukungan Tarmizi terhadap Festival Rapai, bahkan sejak masa ia menjabat sebagai anggota DPRA, menunjukkan konsistensinya dalam membela seni tradisional sebagai kekuatan identitas. Rapai bukan hanya alat musik. Ia adalah memori kolektif masyarakat Aceh, simbol perjuangan, spiritualitas, dan keterhubungan sosial.
Tak hanya itu, dalam momen peringatan 35 tahun Dayah Serambi Aceh, Tarmizi hadir dengan penuh penghormatan. Ia menegaskan bahwa pembangunan manusia yang berakhlak dan berilmu adalah prioritas. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, peran dayah sebagai pilar spiritual tak tergantikan. Dayah bukan sekadar institusi keagamaan, tapi tempat pembentukan karakter dan nilai moral, yang menjadi modal sosial utama masyarakat Aceh.
Namun keunggulan Tarmizi tak berhenti di panggung seni dan ruang dakwah. Ia juga sangat aktif menciptakan lapangan kerja dan mendorong perputaran ekonomi lokal, terutama melalui pelibatan UMKM dalam berbagai kegiatan pemerintahan.
Salah satu langkah strategisnya adalah menjadikan Car Free Day (CFD) sebagai bukan hanya ajang olahraga atau hiburan, tetapi pasar rakyat bulanan yang hidup. Di setiap pelaksanaan CFD, pemerintah membuka ruang bagi para pelaku UMKM, mulai dari pedagang makanan khas, pengrajin lokal, hingga komunitas kreatif, untuk menjual produk mereka secara terbuka kepada publik.
Langkah ini sederhana tapi sangat efektif. Di tengah keterbatasan akses pasar, CFD menjadi oase ekonomi rakyat kecil, tempat mereka bisa mengenalkan dagangan tanpa sewa mahal, tanpa tekanan kompetisi besar. Di sisi lain, masyarakat juga kembali merasa memiliki ruang publik yang menyenangkan, sehat, dan produktif secara ekonomi.
Lebih dari itu, kehadiran UMKM di berbagai agenda pemerintahan baik saat PKAB, Festival Daerah, hingga peringatan keagamaan membuktikan bahwa Tarmizi bukan hanya membangun dari atas, tapi dari bawah, memberdayakan yang kecil agar tumbuh bersama yang besar.
Satu aspek lain yang patut diacungi jempol adalah bagaimana Bupati Tarmizi menjalin hubungan baik dengan media dan komunitas. Ia menempatkan media sebagai mitra demokrasi. Dalam berbagai momen, ia menyampaikan ajakan agar media dan pemerintah bahu membahu menciptakan perubahan positif.
Sikap ini menunjukkan pemerintahan yang terbuka, dialogis, dan tidak alergi terhadap kritik. Ketika kepala daerah mau mendengar, ruang sosial pun menjadi sehat, dan pembangunan tak hanya berjalan, tapi diawasi dan diarahkan oleh publik.
Jika dianalisis secara lebih dalam, model kepemimpinan Tarmizi adalah bentuk pembangunan berbasis nilai. Ini bukan sekadar soal meresmikan proyek dan mencetak statistik, tapi menciptakan perubahan sosial yang menyentuh akar-akar masyarakat.
Melalui seni, ia membangkitkan kembali harga diri lokal.Melalui dayah, ia menguatkan moralitas publik.Melalui UMKM dan CFD, ia menghidupkan ekonomi rakyat kecil dan memperluas akses kerja.Melalui media dan komunitas, ia menciptakan ekosistem demokrasi yang sehat.Ini adalah pendekatan pembangunan yang holistik, manusiawi, dan berkelanjutan.
Masyarakat Aceh Barat hari ini tidak lagi hanya menjadi penonton dalam panggung pembangunan. Mereka diajak ikut tampil, ikut bekerja, ikut mencipta. Tarmizi tidak menjadikan rakyat hanya sebagai objek program, tapi subjek perubahan.
Di bawah kepemimpinannya, Aceh Barat bukan sekadar membangun kota, tapi juga menghidupkan jiwa. Ketika budaya dihormati, ekonomi rakyat dibuka, dan nilai-nilai diwariskan, maka yang terbangun bukan hanya daerah tapi peradaban.
“Pemimpin terbaik bukan yang paling banyak membangun gedung, tapi yang membuat rakyatnya merasa dibutuhkan, dihargai, dan dimampukan untuk ikut tumbuh bersama.”
Redaksi Sudutpenanews.com







