Belum Sembuh Luka Lama, Justru Menambah Luka Baru

Ilustrasi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh. Ist

Aceh Barat | Sudutpenanews.com : Pelayanan publik tidak hanya soal membangun gedung, membeli alat medis, atau menempelkan slogan di dinding rumah sakit. Yang jauh lebih penting adalah keberanian pemimpin berdiri di depan publik saat muncul masalah. Karena itu, ketika Direktur RSUD Cut Nyak Dhien (CND) dengan enteng melempar permintaan klarifikasi kepada bagian Humas, publik patut bertanya, apakah jabatan direktur hanya untuk acara seremonial, bukan ketika harus mempertanggungjawabkan persoalan nyata?.

Tindakan itu bukan sekadar kesalahan prosedural. Ini bentuk pengabaian atas hak dasar masyarakat untuk memperoleh jawaban. Lebih dari itu, ini adalah cermin mentalitas birokrasi yang lebih sibuk menjaga citra pribadi daripada menyelesaikan persoalan di lapangan. Masyarakat hari ini tidak lagi mudah dibungkam dengan pernyataan datar dari Humas. Mereka meminta pemimpin yang hadir dan berani menjelaskan, bukan pemimpin yang bersembunyi di balik stafnya.

Perlu diingat, RSUD CND bukan perusahaan privat yang bisa sesuka hati menutup akses informasi. Ini lembaga publik, dibiayai sepenuhnya oleh uang rakyat. Maka sangat wajar kalau publik meminta pertanggungjawaban langsung dari orang yang diberi mandat memimpin rumah sakit tersebut. Jika direktur memilih berlindung dan enggan bersuara, lalu di mana letak akuntabilitas publiknya?.

Lebih dari itu, tindakan ini menunjukkan betapa minimnya pemahaman terhadap manajemen pelayanan modern. Dalam literatur pelayanan publik, komunikasi terbuka dan kehadiran pimpinan saat krisis adalah instrumen utama untuk membangun kepercayaan. Tapi apa gunanya literatur, jika seorang pejabat justru memilih diam dan menjadikan humas sebagai tameng di medan kritik?.

Dan yang lebih memprihatinkan, kondisi di lapangan justru semakin menguatkan kritik masyarakat. Cukup membuka kolom komentar pada unggahan Sudutpenanews di TikTok, publik dapat melihat betapa frustrasinya warga terhadap kualitas pelayanan RSUD CND saat ini. Hampir tidak ditemukan komentar positif. Sebaliknya, yang muncul adalah keluhan yang terus menerus dibiarkan tanpa perbaikan.

Seorang pengguna TikTok menulis: “rmh skit dimeulaboh msih bnyk kekurngn, tlong jgn biarkan tu rmh skit umum msk gtu” ja…” (@tarmiziwoybar). Keluhan ini bukan serangan pribadi, ini sebuah peringatan agar pemerintah tidak membiarkan rumah sakit milik publik terjebak dalam kondisi stagnan.

Pengguna lain menambahkan: “Ambulance RSU CND rata-rata sudah berumur 10 tahun… jangan lagi dibawa pulang ke rumah oleh sopir tetapi disiapkan tempat stanby…” (@Mimi Albert). Ini adalah kritik konkret terkait manajemen operasional, bukan sekadar keluhan emosional. Artinya, publik tidak hanya mengkritik, mereka sekaligus memberi solusi.

Komentar berikutnya bahkan lebih tegas, “Jangan toilet aja Pak, kursi rodanya juga tidak layak pakai lagi, tempat tidur pasien di IGD juga sangat mengenaskan… semua lini RSUD CND harus direfresh Pak Bupati.” (@Shania..). Ini menunjukkan ada banyak dugaan yang tidak beres  mulai dari fasilitas, peralatan medis, hingga responsivitas tenaga kesehatan.

Dan satu komentar sederhana namun sangat mengena:“Cara menangani pasien itu yang diutamakan dulu bos…” (@Zulkifli Jol). Pesan ini jelas, publik tidak butuh seremonial, tapi perbaikan nyata.

Dalam konteks itu, sikap Direktur RSUD CND yang memilih “menghindar” justru memperparah rasa frustrasi publik. Seharusnya, ketika pelayanan mendapat sorotan, langkah pertama adalah menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan langkah perbaikan yang akan dilakukan. Bukan diam, bukan lempar klarifikasi ke Humas. Sikap seperti ini bukan sekadar persoalan komunikasi, tetapi menyangkut keberanian moral dalam memimpin.

Kalau RSUD CND betul-betul ingin membangun sektor kesehatan yang modern, maka budaya kejujuran dan transparansi harus menjadi pondasi utama. Edukasi masyarakat tidak akan efektif jika hanya melalui brosur dan baliho kesehatan. Edukasi terbaik datang dari keteladanan pimpinan dalam menghadapi kritik.

Masyarakat Aceh Barat sudah semakin cerdas dan kritis. Mereka bisa membedakan mana jawaban yang tulus dan mana jawaban yang sekadar tameng. Semakin lama pihak manajemen bersikap defensif, semakin besar peluang rusaknya kepercayaan publik terhadap RSUD CND.

Mengalihkan klarifikasi kepada Humas bukan hanya tindakan keliru, tapi juga merendahkan rasionalitas publik. Ini bukan sekadar soal etiket komunikasi, melainkan soal keberanian moral seorang pemimpin. Bila tidak mampu menghadapi kritik dan memberi penjelasan secara terbuka, maka patut dipertanyakan apakah jabatan itu dijalankan untuk melayani, atau sekadar mempertahankan kekuasaan.

Pelayanan kesehatan adalah urusan hidup dan mati. Ia menuntut keseriusan, bukan retorika, keberanian, bukan penghindaran. Jika perilaku melempar tanggung jawab terus dipelihara, maka RSUD Cut Nyak Dhien hanya akan menjadi simbol dari kegagalan kepemimpinan yang menutup telinga, kehilangan empati, dan perlahan‐lahan ditinggalkan kepercayaan masyarakatnya. seperti ibarat pepatah mengatakan Belum Sembuh Luka Lama, Justru Menambah Luka Baru!!!.

banner 728x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *