Abu Chik Ninja Tantang Pemerintah : Kami Sudah 15 Tahun Berjuang Minta Dilegalkan

Tangkapan Layar dari Akun Medsos Bisnisia.id. Ist

Aceh | Sudutpenanews.com – Muhammad Nasir atau yang akrab disapa Abu Chik Ninja menegaskan bahwa aktivitas tambang emas yang dilakukan masyarakat di kawasan Gempang bukanlah tindakan ilegal sebagaimana sering dituduhkan. Dalam diskusi publik terkait polemik tambang rakyat, dirinya menantang pemerintah untuk membuktikan kesalahan masyarakat yang telah lebih dari 15 tahun berjuang agar wilayah tambangnya dilegalkan.

Menurut Abu Chik Ninja, ia sendiri sudah menambang sejak tahun 1997 di kawasan Gempang. Sejak saat itu, masyarakat setempat telah berulang kali mengajukan izin resmi untuk wilayah pertambangan rakyat (WPR), namun tak pernah disetujui pemerintah.

“Saya bukan pengamat, saya pelaku. Sejak dulu kami ajukan izin tambang rakyat ke pemerintah Aceh, tapi yang disetujui justru perusahaan-perusahaan besar,” ungkapnya dalam sebuah diskusi diskusi publik terkait polemik tambang rakyat, Rabu (9/10/2025).

Ia menjelaskan, pada tahun 2008 dan kembali pada 2014, dirinya bersama kelompok masyarakat kembali mengajukan permohonan izin tambang rakyat ke tingkat kabupaten hingga provinsi. Namun hingga kini, semua upaya tersebut belum juga membuahkan hasil.

“Usulan kami sudah dicek lintas dinas mulai dari ESDM, kehutanan, sampai layanan terpadu di kantor gubernur. Bahkan kami sudah empat kali mengajukan proposal resmi lewat koperasi. Tapi yang keluar tetap izin untuk perusahaan, bukan rakyat,” ujarnya dengan nada kecewa.

Ia menilai, penolakan terhadap tambang rakyat justru menimbulkan konflik antara masyarakat dengan aparat keamanan di lapangan. Padahal, katanya, undang-undang sebelum direvisi sudah menegaskan bahwa setelah 15 tahun aktivitas penambangan oleh masyarakat, pemerintah wajib memprioritaskan legalisasi wilayah tersebut menjadi tambang rakyat.

“Yang salah siapa? Masyarakat atau pemerintah? Kami sudah ikuti aturan, tapi tetap dianggap ilegal. Kalau saya salah, silakan tindak saya secara hukum,” tegasnya.

Dirinya juga menyoroti ketimpangan antara perlakuan terhadap perusahaan dan rakyat. Ia menyebut, banyak perusahaan di Aceh yang merusak lingkungan, tetapi justru tetap mendapat izin operasi.

“Jangan cuma masyarakat yang dituduh merusak. Coba tunjukkan tambang mana yang tidak merusak lingkungan. Semua merusak, tapi rakyat punya tata cara dan hukum adat sendiri,” jelasnya.

Menurutnya, masyarakat adat memiliki mekanisme sendiri dalam menjaga lingkungan. Jika suatu wilayah digarap, maka wajib dilakukan penanaman kembali atau reklamasi sesuai hukum adat setempat.

“Bagi kami, tanah itu tubuh, sungai itu darah. Kalau masyarakat dilarang menambang tapi perusahaan bebas masuk, itu bukan keadilan,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, dirinya menyebut bahwa rakyat tidak boleh terus-menerus dikorbankan atas nama investasi dan pendapatan daerah.

“Kami tidak mau menjadi budak di negeri sendiri. Siapa pun yang tidak memihak rakyat, akan saya lawan,” tutupnya.

banner 728x250

banner 728x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *